Mereka yang Berhak dan Layak Dapat Bantuan PIP

Posted by: Yanuar

Puslapdik – “ Saya bersyukur, dengan profesi saya yang hanya sopir dan istri di rumah saja, anak saya dapat PIP (Program Indonesia Pintar) pada November 2021, sehingga bisa membantu meringankan pembelian buku, bahkan bisa juga dibelikan tas, seragam dan sepatu. Dengan menerima PIP ini, saya berharap anak saya bisa mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, bisa berprestasi dan bermanfaat bagi semuanya. Program Harapan kami PIP ini terus berkembang, baik kasih sayang maupun siswa yang menerimanya. Amin. Demikian ditulis Rusdianto, orang tua Ayu Diya Shendy Dwi Putri, siswi Kelas 6 SD Negeri Menanggal 601, Menanggal, Surabaya, saat ditanyai melalui formulir testimoni yang disebar Tim Puslapdik akhir Tahun 2020 lalu.

Komentar dan harapan Rusdianto itu mewakili tangga siswa dan siswi penerima PIP yang sudah diberikan pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. PIP diluncurkan pemerintah dengan tujuan, salah satunya adalah membantu peserta didik yang berasal dari keluarga yang miskin agar dapat memiliki akses layanan pendidikan sampai tamat satuan pendidikan menengah.

Dengan bantuan PIP Dikdasmen, dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa putus asa pada anak dalam mencapai cita-citanya dan berganti dengan rasa optimis.

Berbagai komentar, harapan, dan dibalut optimisme juga diterima Tim Puslapdik dari puluhan peserta didik dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Salah satunya dari Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Rifa Murtafa, siswa Kelas 11 SMK Negeri 1 Majalengka menulis dalam form tesimoni yang dikirim Tim Puslapdik.

“Ayah saya berprofesi sebagai buruh. Saya bersyukur, sejak sampai sekarang saya dapat bantuan PIP. Tentu PIP ini penting sekali karena dapat membantu siswa-siswi yang kurang mampu, terutama untuk membeli peralatan-peralatan sekolah, semisalnya membeli baju sekolah dan yang lainnya. Saya secara pribadi sangat berterimakasih sekali karena ada program beasiswa PIP ini. Bantuan ini sangat membantu dan tentunya semoga program ini akan terus ada dan terlaksana setiap tahunnya”.

Di form yang sama, MHD Rahman, siswa kelas 12 SMA Negeri 4 Pekan Baru, Riau menulis , Ayah saya petani sayuran. Sedangkan ibu di rumah saja. Saya menerima PIP Sejak tahun 2015, sewaktu masih SMP dan berkelanjutan sampai sekarang. Dengan profesi ayah saya yang bertingkat yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga, PIP ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan sekolah, salah satunya adalah buku pelajaran yang harganya termasuk mahal. Dengan memperoleh PIP ini, hal itu meringankan beban orang tua dalam hal membeli buku pelajaran dan kebutuhan sekolah lainnya. Dengan bantuan PIP ini, saya jadi lebih bersemangat sekolah dan aktif mengikuti organisasi PASSUS (Pasukan Khusus) atau Paskibra dan OSIS.Diluar sekolah saya juga aktif dalam mengikuti kegiatan seperti lomba-lomba dan event daerah. Saya sangat bersyukur telah mendapatkan PIP ini. Saya sangat terbantu dalam lancarnya pendidikan saya. Terima kasih saya ucapkan pada pemerintah, karena bukan saya saja yang terbantu, namun teman-teman yang kurang mampu lainnya. Harapan saya, sebaiknya memberikan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan siswa, karena tingkat ekonomi setiap orang yang berbeda-beda. Ada yang butuh lebih banyak atau yang sedikit. Lalu, saya berharap penyaluran program ini dapat dilaksanakan secara merata ke pelosok negeri, karena mengingat teman-teman di sana sangat kekurangan. Hal itu saya inginkan demi kualitas pendidikan yang ada di Indonesia.

Lain lagi dengan Herwana Julpa, siswa Kelas 11 SMA Negeri 1 Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah yang memeroleh bantuan PIP sejak kelas 10. “ Tentunya bantuan PIP ini sangat membantu mengingat ayah saya kerja swasta di perusahaan kecil dengan tahap yang tidak begitu pun. Bantuan PIP ini saya gunakan untuk membantu kebutuhan sekolah. Salah satunya adalah kebutuhan membeli bensin untuk motor yang saya pakai setiap hari ke sekolah.  

 

Saadia Sagi, orang tua Farida Hasyim, siswi kelas 10 SMA Negeri 2 Gorontalo, mengakui, suaminya sudah meninggal sejak anaknya duduk di kelas tujuh sehingga ekonomi keluarga tergantung dirinya. Dengan bekerja serabutan, tahapannya saat normal sekitar Rp50 ribu dan selama pandemi ini berkurang hanya sekitar Rp25 ribu perhari.

Saadia merasa bersyukur sekali ketika anaknya memeroleh bantuan PIP pada tahun 2020. Bantuan PIP ini dapat bermanfaat untuk membantu anak saya membeli perlengkapan sekolah, seperti buku tulis, baju, rok, sepatu, dan berbagai keperluan sekolah lainnya, agar anak saya tidak merasa minder lagi.

Baca Juga:

Dari Deli Serdang, Sumatera Utara, Misnan, ayah dari Miranda Balqis, kelas 8 SMP Negeri 3 Sunggal, warga Dusun 9A, Desa Sei Mencirim Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang, mengatakan, anaknya sudah dapat PIP sejak kelas enam sekolah dasar.

“Saya menganggur sementara ibunya Miranda asisten rumah tangga. Karena itu saya bersyukur sekali ada bantuan Pendidikan berupa PIP. Bisa kami manfaatkan untuk membeli perlengkapan anak sekolah, tas, sepatu, buku. Alhamdulilah sekali bisa terbantu .. Kami anaknya banyak, Miranda ini anak keempat dari tujuh bersaudara. Kakaknya ada yang di SMK dua orang, juga dapat PIP sejak SMP. Dengan anak tujuh orang, ya saya pontang-panting, adanya bantuan PIP ini sangat terbantu. Terus terang, prestasi anak saya biasa-biasa saja tapi saya berharap dengan PIP ini bisa memacu semangat belajar, “Katanya.

Sementara itu, Sri Budiana (Ana) dan Sri Budiono (Ono), adalah pasangan saudara kembar berusia 22 tahun. Keduanya sama sekali tidak pernah mengalami sekolah formal. Inhibisi adalah siswa Paket A Kelas 6. PKBM Prestasi Gemilang Deli Serdang.

Keduanya menulis: Kami berdua ikut Paket A sejak kelas 1, dan dapat PIP sejak tahun 2019. Sudah dibelikan baju, sepatu, dan buat orang di rumah. Kalau buku tidak beli karena dapat dari PKBM. Sekolah masuk minggu tiga kali. Kami ke sekolah diantar jemput mobil PKBM, jadi tidak ada biaya. Kalau tidak diantar jemput, biaya transportasi sekitar Rp. 10 ribu, pulang pergi. Orang tua kami sudah menyerah, pertama ibu saya terus tak lama kemudian ayah kami. Sekarang kami tinggal dengan kakak yang kerja di PJKA. Waktu masih hidup, ayah dan ibu juga tidak kerja, paling bantu-bantu tetangga. Kami belum pernah sama sekali sekolah, jadi langsung ikut Paket A ini diajak ibu Naziha (Koordinator PKBM).Yanuar Jatnika

                                                                                                                                

 

 

 

 

 

 

 

X