Melalui PIP dan KIP Kuliah, Indonesia Tingkatkan Kualitas Angkatan Kerja

Posted by: Yanuar

Puslapdik- Dalam upaya meningkatkan akses pendidikan dan mencapai target Wajib Belajar 12 tahun bagi anak-anak Indonesia, Indonesia telah melakukan gerakan secara masif, salah satunya adalah Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang menyasar sekitar 20 juta siswa dari mulai jenjang sekolah dasar hingga sekolah lanjutan atas dan sederajat.

“Ini program khusus untuk keluarga yang tidak mampu agar anak-anak mereka mampu menempuh pendidikan jenjang hingga SMA atau sederajat,“ Kata Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Agus Sartono, dalam Stadium Generale Kongres Beasiswa Indonesia ke-1 yang digelar secara virtual melalui Chanel Baznaz TV di Youtube , Rabu, 20 Januari 2021.

Agus Sartono mewakili Menteri Koordinator PMK, Muhadjir Effendy, yang berhalangan hadir karena bencana banjir dan tanah longsor di Cisarua, Bogor.

Menurut Agus, KIP merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia agar mampu meningkatkan kualitas dan produktifitas angkatan kerja Indonesia di tengah-tengah komposisi penduduk Indonesia yang memperoleh bonus demografi, yakni komposisi penduduk yang didominasi usia produktif, yakni usia 15-60 tahun.

Di jenjang perguruan tinggi, lanjut Agus, pada periode 2010-2024, pemerintah juga meluncurkan KIP Kuliah yang menyasar sekitar 750 ribu lulusan SLTA untuk bisa melanjutkan di jenjang perguruan tinggi.

“Setiap tahun, ada 3,8 juta lulusan SLTA dan hanya 1,9 juta yang melanjutkan ke perguruan tinggi, sisanya masuk pasar kerja atau menganggur. KIP kuliah ini setidaknya bisa menambah jumlah lulusan SLTA yang melanjutkan ke pendidikan tinggi, “paparnya.

Baik KIP jenjang pendidikan dasar dan menengah dan KIP kuliah di jenjang pendidikan tinggi menurut Agus, diutamakan bagi keluarga tidak mampu dan merupakan bentuk afirmasi pendidikan. “Tentunya yang namanya pendidikan atau pengembangan sumber daya manusia ini suatu proses panjang, butuh sekitar 20 tahun untuk melihat hasilnya,“ katanya.

Kongres beasiswa mengajak para pengelola beasiswa berkolaborasi

Targetnya, pada saat Indonesia berusia 100 tahun pada tahun 2045, Angkatan kerja akan didominasi oleh lulusan SLTA dan perguruan tinggi.

“Saat ini, di tengah bonus demografi ini, 70 persen usia produktif ini didominasi anak-anak lulusan sekolah dasar dan SMP, yakni 62 persen, 25 persen lulusan SMA dan hanya 12 persen yang lulusan perguruan tinggi,” ujarnya.

Sebetulnya, sejak tahun 2007, dikatakannya, pemerintah telah membentuk LPDP atau Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan. Lembaga yang berada di bawah Kementerian Keuangan ini fokus pada pemberian beasiswa untuk riset dan pendidikan, dalam dan luar negeri, di jenjang S2 dan S3.

Melalui Kongres Beasiswa Indonesia pertama ini, Agus mengajak para pengelola beasiswa di berbagai instansi pemerintah, perusahaan, yayasan, dan individu untuk bersama-sama bergotongroyong beasiswa agar lebih banyak anak bangsa yang bisa menikmati pendidikan yang tingginya. Yanuar Jatnika

X